Kamis, 06 Agustus 2015

KEMULIAAN MEMBACA & MENGKAJI AL QUR’AN

Tulisan ini di Post Oleh : PPA Darul Bening Sei Rotan.

Al-Qur’an adalah kitab suci yang diturunkan oleh Allah SWT kepada Rasulullah SAW, dengan melalui utusannya – malaikat Jibril A.S. Al-Qur’an adalah sumber hukum yang pertama bagi kaum muslimin. Banyak sekali dalil yang menunjukkan keutamaan membaca Al-Quran serta kemuliaan para pembacanya. Firman Allah SWT dalam Al Qur’an, surat Faathir [35], ayat 29:

“Sesungguhnya orang-orang yang selalu membaca kitab Allah dan mendirikan shalat dan menafkahkan sebahagian dari rezki yang Kami anugerahkan kepada mereka dengan diam-diam dan terang-terangan, mereka itu mengharapkan perniagaan yang tidak akan merugi.”

Dapat dilihat dari ayat diatas bagaimana Allah SWT sendiri yang menegaskan bahwa Al-Qur’an adalah ilmu yang paling mulia, karena itulah orang yang belajar Al-Qur’an dan mengajarkannya bagi orang lain, mendapatkan kemuliaan dan kebaikan dari pada belajar ilmu yang lainya. Tentunya juga dengan diikuti oleh syarat-syarat lainnya agar pembelajaran tadi berkah wa rahmah, bermanfaat dunia wal akherah, yaitu dengan mendirikan shalat, membayar infaq (zakat dan sadaqah) baik secara terang2an maupun secara diam2. Maka, pada akhirnya Allah SWT akan menempatkan mereka2 di tempat yang terpuji (perniagaan yang tidak pernah merugi dengan Allah SWT).
Dalam salah satu hadits, dari Utsman bin Affan r.a. berkata: Rasulullah SAW bersabda: “Sebaik-baik kalian adalah orang yang belajar Al-Qur’an dan mengajarkannya.” (HR. Al-Bukhari).

CIRI KARAKTERISTIK ORANG BERTAQWA
Hanya orang yang bertaqwa sajalah yang mau menggunakan akalnya mempelajari Al Qur’an. Sebagai salah satu karakteristik dari orang yang bertaqwa (hanya mengabdi dan takut kepada Allah) yaitu dapat dilihat dalam surat Al Baqarah [2], ayat 1 – 5 yang isinya adalah sbb:

1. Alif laam miin.
2. Kitab (Al Quran) ini tidak ada keraguan padanya; petunjuk bagi mereka yang bertaqwa,
3. (yaitu) mereka yang beriman kepada yang ghaib, yang mendirikan shalat, dan menafkahkan sebahagian rezki yang Kami anugerahkan kepada mereka.
4. dan mereka yang beriman kepada kitab (Al Quran) yang telah diturunkan kepadamu dan Kitab-Kitab yang telah diturunkan sebelummu, serta mereka yakin akan adanya (kehidupan) akhirat.
5. mereka Itulah yang tetap mendapat petunjuk dari Tuhan mereka, dan merekalah orang-orang yang beruntung.

Jadi dapat kita lihat didalam ayat-ayat tersebut diatas bahwa seseorang yang bertaqwa (takut kepada Allah) akan beriman dengan keteguhan hatinya mengaplikasi semua perintah dan anjuran dari Allah SWT. Karena merekalah orang-orang yang melakukan hal-hal dibawah ini:

  • Beriman kepada yang ghoib (sesuatu yang dapat dilihat dan dirasakan oleh mata hatinya/kolbunya).
  • Mendirikan shalat (minimal yang wajib 5 waktu), apalagi bila ditambahkan dengan yang sunat seperti: Tahajud, Dhuha dll.
  • Menafkahkan sebagian dari rezkinya (Zakat, Infaq dan Sadaqah) dengan keikhlasan yang penuh karena Allah SWT semata (menginginkan ridho Allah SWT saja).
  • Beriman kepada kitab2 Allah (termasuk yang terakhir Al Qur’an) untuk dikaji/dibaca dan di laksanakan perintah yang ada didalamnya.
  • Beriman kepada hari akhirat yang kekal abadi.

AL QUR’AN SEBAGAI KETERANGAN, PETUNJUK DAN PELAJARAN
Dapat kita lihat dalam surat Ali Imran [3], ayat 138 – 139, yang bunyinya sbb:

138. (Al Quran) ini adalah penerangan bagi seluruh manusia, dan petunjuk serta pelajaran bagi orang-orang yang bertakwa.
139. janganlah kamu bersikap lemah, dan janganlah (pula) kamu bersedih hati, padahal kamulah orang-orang yang paling tinggi (derajatnya), jika kamu orang-orang yang beriman.


Pada ayat-ayat tersebut diatas, Allah SWT sendiri yang menegaskan, bahwa Al Qur’an itu sebagai Petunjuk dan Pelajaran bagi orang-orang yang bertaqwa. Memang mempelajari dan mengkaji Al Qur’an itu tidak mudah. Orang Amerika bilang “It’s easier said than done.” Mudah di sebut-sebut/diproklamirkan, tapi tidak mudah untuk melaksanakannya.

Namun untuk kita orang-orang bertaqwa, muslimin dan muslimat, mukminin wal mukminat akan terasa mudah melakukannya bila kita sadari karakteristik dari orang-orang bertaqwa tersebut diatas. Dengan kesadaran dan keimanan yang terus kita asah setiap saat, maka Allah SWT sendirilah yang akan memberikan reward Nya kepada kita dengan derajat yang tertinggi. Bukankah ini suatu pendorong dan motivasi kita untuk tidak bersikap lemah menjaga keimanan kita? Karne, dengan demikian, Allah SWT sendiri jugalah yang akan menghibur kita dalam kesedihan kita nantinya.

Keutamaan membaca Al-Qur’an di malam hari

Suatu hal yang sangat dianjurkan adalah membaca Al-Qur’an pada malam hari. Lebih utama lagi kalau membacanya pada waktu shalat. Firman Allah SWT dalam Ali Imran [3], ayat 113 - 114:

113. mereka itu tidak sama; di antara ahli kitab itu ada golongan yang berlaku lurus, mereka membaca ayat-ayat Allah pada beberapa waktu di malam hari, sedang mereka juga bersujud (sembahyang).
114. mereka beriman kepada Allah dan hari penghabisan, mereka menyuruh kepada yang ma'ruf, dan mencegah dari yang Munkar dan bersegera kepada (mengerjakan) pelbagai kebajikan; mereka itu termasuk orang-orang yang saleh.

Ibnu Katsir dalam tafsirnya ketika menerangkan ayat ini menyebutkan bahwa ayat ini turun kepada beberapa ahli kitab yang telah masuk Islam, seperti Abdullah bin Salam, Asad bin Ubaid, Tsa’labah bin Syu’bah dan yang lainya. Mereka selalu bangun tengah malam dan melaksanakan shalat tahajjud serta memperbanyak membaca Al-Qur’an di dalam shalat mereka. Allah memuji mereka dengan menyebutkan bahwa mereka adalah orang-orang yang shaleh, seperti diterangkan pada ayat berikutnya.
Tidak ada seorangpun yang dapat me-rubah Al Qur’an. Allah SWT sendiri yang kemudian menyempurnakan kitab Al Qur’an kepada Rasulullah SAW untuk di ajarkan kepada umat Islam dimana, kepada siapa dan kapan saja. Lihat surat Al Maa-idah [5], ayat 3:

"diharamkan bagimu (memakan) bangkai, darah, daging babi, (daging hewan) yang disembelih atas nama selain Allah, yang tercekik, yang terpukul, yang jatuh, yang ditanduk, dan diterkam binatang buas, kecuali yang sempat kamu menyembelihnya, dan (diharamkan bagimu) yang disembelih untuk berhala. dan (diharamkan juga) mengundi nasib dengan anak panah, (mengundi nasib dengan anak panah itu) adalah kefasikan. Pada hari ini orang-orang kafir telah putus asa untuk (mengalahkan) agamamu, sebab itu janganlah kamu takut kepada mereka dan takutlah kepada-Ku. Maka pada hari ini telah Aku sempurnakan untuk kamu agamamu, dan telah Ku-cukupkan kepadamu nikmat-Ku, dan telah Ku-ridhai Islam itu Jadi agama bagimu. Maka barang siapa terpaksa karena kelaparan tanpa sengaja berbuat dosa, Sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang."

PERINGATAN KEPADA UMAT ISLAM DALAM MEMBACA, MENGKAJI DAN BELAJAR AL QUR’AN

  1. Jangan riya’ dalam membaca Al Qur’an
Karena membaca Al-Qur’an merupakan suatu ibadah, maka wajiblah kita ber-ikhlas tanpa dicampuri niat apapun. Firman Allah SWT:
“Dan mereka tidak disuruh kecuali supaya menyembah kepada Allah dengan memurnikan ketaatan kepadaNya dalam (menjalankan) agama dengan lurus dan supaya mereka mendirikan shalat dan menuaikan zakat; dan yang demikian itulah agama yang lurus.” (Al-Bayyinah: 5).

Kalau timbul sifat riya’ saat kita membaca Al-Qur’an tersebut, kita harus cepat-cepat membuangnya, dan mengembalikan niat kita, yaitu hanya karena Allah. Karena kalau sifat riya’ itu cepat-cepat disingkirkan maka ia tidak mempengaruhi pada ibadah membaca Al-Qur’an tersebut. (lihat Tafsir Al ‘Alam juz 1, hadits yang pertama).

Kalau orang membaca Al-Qur’an bukan karena Allah tapi ingin dipuji orang misalnya, maka ibadahnya tersebut akan sia-sia. Diriwayatkan dari Abu Hurairah, bahwa Rasulullah shalallahu alaihi was salam bersabda, artinya:
“Dan seseorang yang belajar ilmu dan mengajarkannya dan membaca Al-Qur’an maka dibawalah ia (dihadapkan kepada Allah), lalu (Allah) mengenalkannya (mengingatkannya) nikmat-nikmatnya, iapun mengenalnya (mengingatnya) Allah berfirman: Apa yang kamu amalkan padanya (nikmat)? Ia menjawab: Saya menuntut ilmu serta mengajarkannya dan membaca Al-Qur’an padaMu (karena Mu). Allah berfirman: Kamu bohong, tetapi kamu belajar agar dikatakan orang “alim”, dan kamu membaca Al-Qur’an agar dikatakan “Qari’, maka sudah dikatakan (sudah kamu dapatkan), kemudian dia diperintahkan (agar dibawa ke Neraka) maka diseretlah dia sehingga dijerumuskan ke Neraka Jahannam.” (HR. Muslim)

Wanaudzubillahi min dzalik, semoga kita terpelihara dari perasaan riya’ tadi …. amin ya Robbal alamin.

  1. Jangan menjadikan Al-Qur’an sebagai sarana untuk mencapai tujuan-tujuan dunia.
Misalnya untuk mendapatkan harta, agar menjadi pemimpin di masyarakat, untuk mendapatkan kedudukan yang tinggi, agar orang-orang selalu memandangnya dan yang sejenisnya. Firman Allah SWT:
“…Dan barang siapa yang menghendaki keuntungan di dunia, kami berikan kepadanya sebagian dari keuntungan dunia, dan tidak ada baginya kebahagianpun di akhirat.” (As-Syura: 20).
“Barangsiapa menghendaki kehidupan sekarang (duniawi), maka Kami segerakan baginya di dunia itu apa yang Kami kehendaki bagi orang yang Kami kehendaki …” (Al Israa’ : 18)

  1. Jangan mencari makan dari Al-Qur’an
Rasulullah SAW bersabda:
“Bacalah Al-Qur’an dan janganlah kamu (mencari) makan dengannya dan janganlah renggang darinya (tidak membacanya) dan janganlah berlebih-lebihan padanya.” (HR. Ahmad, Shahih).

Imam Al-Bukhari dalam kitab shahihnya memberi judul satu bab dalam kitab Fadhailul Qur’an, “Bab orang yang riya dengan membaca Al-Qur’an dan makan denganNya”, Maksud makan dengan-Nya, seperti yang dijelaskan Ibnu Hajar dalam kitab Fathul Bari.

Diriwayatkan dari Imran bin Hushain r.a. bahwasanya dia sedang melewati seseorang yang sedang membaca Al-Qur’an di hadapan suatu kaum. Setelah selesai membaca iapun minta imbalan. Maka Imran bin Hushain berkata:
Sesungguhnya saya mendengar Rasulullah SAW bersabda:“Barangsiapa membaca Al-Qur’an hendaklah ia meminta kepada Allah Tabaraka wa Ta’ala. Maka sesungguhnya akan datang suatu kaum yang membaca Al-Qur’an lalu ia meminta-minta kepada manusia dengannya (Al-Qur’an) (HR. Ahmad dan At Tirmizi dan ia mengatakan: hadits hasan)

Adapun mengambil honor dari mengajarkan Al-Qur’an para ulama berbeda pendapat dalam hal ini. Para ulama seperti ‘Atha, Malik dan Syafi’i serta yang lainya memperbolehkannya. Namun ada juga yang membolehkannya kalau tanpa syarat. Az Zuhri, Abu Hanifah dan Imam Ahmad tidak mem-perbolehkan hal tersebut. Wallahu A’lam.

  1. Jangan meninggalkan Al-Qur’an.
Firman Allah SWT dalam surat Al Furqan [25], ayat 30:
berkatalah Rasul: "Ya Tuhanku, Sesungguhnya kaumku menjadikan Al Quran itu sesuatu yang tidak diacuhkan".
Sebagian orang mengira bahwa meninggalkan Al-Qur’an adalah hanya tidak membacanya saja, padahal yang dimaksud di sini adalah sangat umum. Seperti yang dijelaskan Ibnu Katsir dalam tafsirnya tentang ayat ini. Beliau menjelaskan bahwa yang dimaksud meninggalkan Al-Qur’an adalah sebagai berikut:

  • Apabila Al-Qur’an di bacakan, lalu yang hadir menimbulkan suara gaduh dan hiruk pikuk serta tidak mendengarkannya.
  • Tidak beriman denganNya serta mendustakanNya
  • Tidak memikirkanNya dan memahamiNya
  • Tidak mengamalkanNya, tidak menjunjung perintahNya serta tidak menjauhi laranganNya.
  • Berpaling dariNya kepada yang lainnya seperti sya’ir nyanyian dan yang sejenisnya.
Semua ini termasuk meninggalkan Al-Qur’an serta tidak memperdulikan-nya. Semoga kita tidak termasuk orang yang meninggalkan Al-Qur’an. Amin.

  1. Jangan ghuluw terhadap Al-Qur’an
Maksud ghuluw di sini adalah berlebih-lebihan dalam membacaNya.
Diceritakan dalam hadits yang shahih dari Abdullah bin Umar radhiyallah ‘anhu beliau ditanya oleh Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam. Apakah benar bahwa ia puasa dahr (terus-menerus) dan selalu membaca Al-Qur’an di malam hari. Ia pun menjawab: “Benar wahai Rasulullah!” Kemudian Rasulullah memerintah padanya agar puasa seperti puasa Nabi Daud alaihis salam, dan membaca Al-Qur’an khatam dalam sebulan. Ia pun menjawab: Saya sanggup lebih dari itu. Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: bacalah pada setiap 20 hari (khatam). Iapun menjawab saya sanggup lebih dari itu. Rasulullah berasabda : Bacalah pada setiap 10 hari. Iapun menjawab: Saya sanggup lebih dari itu, lalu Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Bacalah pada setiap 7 hari (sekali khatam), dan jangan kamu tambah atas yang demikian itu.” (HR. Muslim)
Diriwayatkan dari Abdu Rahman bin Syibl radhiyallah ‘anhu dalam hadits yang disebutkan diatas:
“Dan janganlah kamu ghuluw padanya. (HR. Ahmad dan Al-Baihaqi).
Dibawah ini ada juga beberapa ayat2 dalam Al Qur’an yang menjelaskan dan menyinggung mengenai Al Qur’an:
Qur’an itu sebagai Mujizat dari Allah SWT, lihat surat Al Israa’ [17], ayat 9:

”Sesungguhnya Al Quran ini memberikan petunjuk kepada (jalan) yang lebih Lurus dan memberi khabar gembira kepada orang-orang Mu'min yang mengerjakan amal saleh bahwa bagi mereka ada pahala yang besar.”

Lihat juga surat Al Israa'[17], ayat 41:

”dan Sesungguhnya dalam Al Quran ini Kami telah ulang-ulangi (peringatan-peringatan), agar mereka selalu ingat dan ulangan peringatan itu tidak lain hanyalah menambah mereka lari (dari kebenaran).”

Lihatlah gambaran bagaimana pentingnya membaca Al Qur’an dlm surat Al A’raaf [7], ayat 40:

“Sesungguhnya orang-orang yang mendustakan ayat-ayat Kami dan menyombongkan diri terhadapnya, sekali-kali tidak akan dibukakan bagi mereka pintu-pintu langit dan tidak (pula) mereka masuk surga, hingga unta masuk ke lubang jarum. Demikianlah Kami memberi pembalasan kepada orang-orang yang berbuat kejahatan.”

Artinya, doa dan amal mereka2 yang meyombongkan diri thd Al Qur’an tidak akan diterima oleh Allah SWT. Mereka juga tidak mungkin masuk surga sebagaimana tidak mungkin masuknya unta ke lubang jarum (khiasan kata untuk hal yang tidak mungkin terjadi/adanya).
Begitu juga Allah SWT akan meninggikan harkat seseorang yang membaca Al Qur’an (lihat surat Al A’raaf [7], ayat 176:

“dan kalau Kami menghendaki, sesungguhnya Kami tinggikan (derajat)nya dengan ayat-ayat itu, tetapi dia cenderung kepada dunia dan menurutkan hawa nafsunya yang rendah, Maka perumpamaannya seperti anjing jika kamu menghalaunya diulurkannya lidahnya dan jika kamu membiarkannya Dia mengulurkan lidahnya (juga). demikian Itulah perumpamaan orang-orang yang mendustakan ayat-ayat kami. Maka Ceritakanlah (kepada mereka) kisah-kisah itu agar mereka berfikir.”

Maka pada akhirnya, akan dipenuhilah jahanam2 itu oleh orang2 yang lalai, seperti dalam firman Allah SWT dalam surat Al A’raaf [7], ayat 179:

“dan Sesungguhnya Kami jadikan untuk (isi neraka Jahannam) kebanyakan dari jin dan manusia, mereka mempunyai hati, tetapi tidak dipergunakannya untuk memahami (ayat-ayat Allah) dan mereka mempunyai mata (tetapi) tidak dipergunakannya untuk melihat (tanda-tanda kekuasaan Allah), dan mereka mempunyai telinga (tetapi) tidak dipergunakannya untuk mendengar (ayat-ayat Allah). Mereka itu sebagai binatang ternak, bahkan mereka lebih sesat lagi, mereka itulah orang-orang yang lalai.”

Al Qur’an di permudah bagi orang-orang yang mau mengambilnya sebagai pelajaran. Hal ini bahkan di-ulang2 beberapa kali oleh Allah SWT (sebagai peringatan) dalam surat yang sama (Al Qamar [54]), ayat 17, 22, 32 dan 40:

17. dan Sesungguhnya telah Kami mudahkan Al-Quran untuk pelajaran, Maka Adakah orang yang mengambil pelajaran?
22. dan Sesungguhnya telah Kami mudahkan Al Quran untuk pelajaran, Maka Adakah orang yang mengambil pelajaran?
32. dan Sesungguhnya telah Kami mudahkan Al Quran untuk pelajaran, Maka Adakah orang yang mengambil pelajaran?
40. dan Sesungguhnya telah Kami mudahkan Al Quran untuk pelajaran, Maka Adakah orang yang mengambil pelajaran?

Sebagai penutup, dalam surat Faathir [35], ayat 29 – 30 Allah SWT berfirman:

29. Sesungguhnya orang-orang yang selalu membaca kitab Allah dan mendirikan shalat dan menafkahkan sebahagian dari rezki yang Kami anugerahkan kepada mereka dengan diam-diam dan terang-terangan, mereka itu mengharapkan perniagaan yang tidak akan merugi,
30. agar Allah menyempurnakan kepada mereka pahala mereka dan menambah kepada mereka dari karunia-Nya. Sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Mensyukuri.

Keterangan mengenai huruf-huruf abjad yang terletak pada permulaan sebagian dari surat-surat Al Quran seperti: Alif laam miim, Alif laam raa, Alif laam miim shaad dan sebagainya. diantara Ahli-ahli tafsir ada yang menyerahkan pengertiannya kepada Allah karena dipandang Termasuk ayat-ayat mutasyaabihaat, dan ada pula yang menafsirkannya.

Golongan yang menafsirkannya ada yang memandangnya sebagai nama surat, dan ada pula yang berpendapat bahwa huruf-huruf abjad itu gunanya untuk menarik perhatian Para Pendengar supaya memperhatikan Al Quran itu, dan untuk mengisyaratkan bahwa Al Quran itu diturunkan dari Allah SWT dalam bahasa Arab yang tersusun dari huruf-huruf abjad. Kalau mereka tidak percaya bahwa Al Quran diturunkan dari Allah dan hanya buatan Muhammad SAW semata-mata, maka cobalah mereka buat semacam Al Quran itu.

Dari suatu riwayat sahabat Anas bin Malik r.a. berkata; Rasulullah SAW bersabda yang bunyinya:
”Siapa yang ingin melihat orang yang dimerdekakan Allah dari Neraka, maka lihatlah para murid (pelajar-pelajar agama), maka demi Allah yang jiwa Muhammad di tangan Nya, tiada seorang pelajar yang hilir-mudik ke pintu orang Alim melainkan Allah menulis untuknya.”

Oleh karena itu, maka bagi tiap-tiap huruf dalam Al Qura’an yang dipelajarinya (i.e tahlil, tajwid, mahkrodnya) dan tiap-tiap langkah sama dengan ibadat satu tahun, dan untuk tiap langkah satu kota di syurga. Demikian juga, setiap langkah perjalanannya menemui/menghadiri majlis ta’lim (dakwah) dimintakan ampunannya oleh bumi, dan setiap pagi dan petang tetap diampunkan dosanya, dan disaksikan oleh para malaikat bahkan mereka berkata: Mereka inilah yang dimerdekakan oleh Allah dari api neraka.”

Riwayat lainnya dari Mu'adz bin Jabal r.a berkata; belajarlah ilmu agama karena; Belajarnya itu Hasanat (kebaikan) dan Mencari ilmunya itu Ibadat, dan Mengingat-ingatinya (menghafalnya) disamakan dengan Bertasbih kepada Allah SWT, dan Menyelidikinya disejajarkan dengan Berjihad fi sabililLah, dan Mengajarkannya kepada yang tidak mengetahui (ber Dakwah) itu sama dengan ber Sodeqah, dan Memberikannya kepada yang berhak (ahlinya) itu disamakan dengan ber Taqqarub (mendekatkan diri dengan Allah).

Ilmu yang kita semua pelajari di pengajian kita ini adalah jalan untuk mencapai tingkat-tingkat ke syurga. Dia akan menghibur kita sewaktu kita dalam kesendirian dan sebagai kawan dalam pengasingan, penolong dalam menghadapi kesukaran dan tentunya penunjuk jalan kesenangan.

Ilmu / Dakwah itu juga merupakan keindahan di tengah-tengah kawan kerabat, dan senjata untuk menghadapi musuh. Seperti telah disinggung diatas, Allah SWT sendiri yang berjanji meninggikan derajat beberapa golongan kaum (umat) dengan ilmu itu sehingga pengamalnya dijadikan pimpinan yang dapat diikuti jejaknya, ditiru perbuatan baiknya. Bahkan tanpa disadari, Malaikatpun suka berkawan dengan mereka, dan mengusap-usap mereka dengan sayapnya dan didoakan oleh semua benda basah maupun yang kering, dan ikan-ikan di laut dan semua serangga, dan binatang-binatang buas di darat dan laut dan juga semua ternak.

Sebab ilmu itu dapat menghidupkan hati dari ketidak tahuan (ignorance), kebodohan dan merupakan pelita di kegelapan. Dengan ilmu tadi kita juga diberikan kekuatan dari segala kelemahan dan merupakan alat untuk mencapai derajat abrar dan yang baik-baik di dunia dan di akhirat. Dengan berilmu inilah kita mengenal yang halal dari yang haram atau kebalikannya, dan dengan ilmu itu kita dituntun untuk beramal (bersodeqah, berinfaq), sedang amal tadi tetap menjadi pengikut kita sampai hari akhir. Jadi ilmu dan berdakwah itu diberikan Allah SWT kepada orang-orang yang akan bahagia dan diharamkan dari orang-orang yang celaka dan rugi. Semoga bermanfaat untuk kita semua, wallahu ‘a’lam bishshawab.

Rujukan Penulisan:
  • Keterangan Ustadz Najamuddin Shiddiq di Mini Sanlat/Tausiah di pengajian-Columbus, Ohio, 25 – 27 Nopember 2010
  • Tafsir Ibnu Katsir jilid 3 hal. 306
  • Shahih Bukhari dan Shahih Muslim (Muhktasar)
  • Fathu Al Bari jilid 10 kitab fadhailil Qur’an, Al Hafiz IbnuHajar
  • At-Tibyan Fi Adab Hamalatil Qur’an, An Nawawi Tahqiq Abdul Qadir Al Arna’uth
  • Fadhail Al-Qur’an, Syekh Muhammad bin Abdul Wahab, Tahqiq Dr. Fahd bin Abdur Rahman Al Rumi
  • http://pengajian-oh.blogspot.com/2011/01/kemuliaan-membaca-mengkaji-al-quran.html