A. Pendahuluan
Manusia terlahir dalam kondisi sempurna. Manusia mempunyai
kelebihan dibandingkan makhluk lainnya. Dalam kiprah kehidupan modern manusia
dipandang sebagai makhluk mandiri yang lahir karena berbagai peristiwa seleksi
alam. Dengan kemampuannya manusia dapat menentukan nasibnya sendiri terutama
dalam ambisi menguasai bumi dan alam lingkungan hidupnya. Alloh telah
menjadikan manusia sebagaimana di terangkan di dalam Al-qur’an Surat Al Baqoroh
(2):30, “Ketika Robmu berkata kepada malaikat sesungguhnya Aku hendak menciptakan seorang kholifah di muka bumi
ini.”
Dari keterangan ayat ini menunjukkan bahwa betapa mulianya
makhluk yang namanya manusia karena manusia mampu merubah atau membentuk sejarah peradaban masa depan
demi menjaga kelestarian dan lingkungan.
Sejarah mencatat bahwa peradaban manusia dalam hal ini
peradaban islam mampu merubah komunitas jahiliyyah menjadi komunitas cahaya
islam, di dalamnya terdapat kemajuan ilmu pengetahuan, ilmu kedokteran, ilmu
perekonomian, ilmu teknologi dan yang terpenting adalah terdapat pola fikir
manusia yang jenius. Pada saat itu seseorang bangga dengan keislamannya, karena
dengan kemajuan islam seperlima penduduk bumi saat itu orang memeluk islam
tanpa harus dipaksa atau dibayar.
B. Merubah Kemajuan Dunia Lewat Al-Quran
Allah SWT menurunkan wahyu kepada nabi Muhammad melalui malaikat Jibril dengan berkata “Iqra!” pada ayat pertama di dalam Al-Qur’an. Iqra bukan hanya berarti“bacalah”, namun juga berarti “belajarlah”. Begitu
Maha Segalanya Allah SWT, hingga menurunkan satu kalimat pertama dalam
wahyu-Nya yang ternyata mempunyai arti dan makna yang sangat berguna
sekali bagi kelangsungan kehidupan manusia Bumi dikemudian hari.
Bagaimana mungkin seorang Muhammad membaca? Beliau adalah seorang
buta huruf. Beliau bukan seorang ilmuwan. Beliau bukanlah seorang
pengarang. Dan, Al-Qur’an tidak diwahyukan secara berurutan. Namun
sesuai kejadian-kejadian yang dialami oleh beliau. Selama diwahyukan ,
Al-Qur’an tidak diturunkan berdasarkan ayat demi ayat yang berurutan,
selalu acak, beda surah, beda ayat, beda kota, beda keadaan. Kemudian
dihafalkannya beserta semua sahabatnya agar tidak saling lupa. Namun
ketika tiap ayat di Al-Qur’an yang telah diwahyukan tersebut disusun,
ternyata menjadi beraturan! Itulah salah satu kitab Ilahi yang sempurna,
mukjizat yang tiada duanya karena tidak hanya dapat dinikmati oleh
Rasul dan kaum di zamannya, namun oleh segenap umatnya hingga akhir
zaman.
Ketika kita sebagai umat muslim telah menyematkan “Islam” dalam sanubari kita, kemudian mengikrarkan serta mengamalkannya, tentu tidak ada lagi keraguan bagi kita untuk berdakwah dan memperjuangkan agama Allah Subhanahu wata’ala. Muslim sejati merupakan mereka yang selalu menghargai jasa para pahlawannya, dalam konteks ini yaitu mereka yang selalu berjuang di jalan Allah. Mereka tak ragu sedikitpun akan apa yang diperjuangkannya walaupun banyak hujatan dan cacian yang menemani langkah mereka. Mereka adalah para nabi/rasul, khalifah dan ulama-ulama besar lainnya. Tentu tak lupa para ilmuwan-ilmuwan muslim yang ahli di bidangnya masing-masing dan telah berjasa membawa bangsa arab dan Islam sehingga bisa diakui sebagai peradaban paling maju di dunia.
Di kala dunia Barat sedang gelap gulita karena tak adanya ilmu yang lahir diantara mereka, Islam hadir sebagai cahaya yang menerangi hampir 2/3 dunia. Bangsa-bangsa di dunia tunduk dan takluk di bawah kekhalifahan Islam selama hampir 8 abad. Mereka tak berkutik sedikitpun karena ilmu-ilmu dunia lahir oleh ilmuwan-ilmuwan muslim. Baghdad dan Andalusia menjadi dua kota yang menjadi basis perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi Islam. Munculnya tokoh-tokoh besar seperti Ibnu Sina, Al Ghazali, Ibnu Rusyd, Al Khawarizmi, dan intelektual muslim lainnya telah mendorong bangsa-bangsa di dunia berbondong-bondong belajar IPTEK di kota tersebut. Namun sekarang umat manusia di dunia menganggap bahwa peradaban paling maju merupakan peradaban barat. Apakah pernyataan tersebut benar adanya? Tentu kita tak akan tahu jika kita tak meninjaunya secara mendalam. Kemudian dari hasil tinjauan itu bisa kita simpulkan bahwa sebenarnya peradaban Barat ternyata berawal dari adopsi mereka terhadap ilmu-ilmu hasil karya peradaban Islam.
Kita seharusnya peka terhadap masalah-masalah tersebut. Mata kita harus terbuka lebar karena bahwasanya saat peradaban Barat berkuasa, mereka telah menutupi sejarah itu secara rapi sehingga dewasa ini kita hanya mendengar karya-karya ilmuwan Barat yang mewarnai tradisi ilmiah kita. Itulah alas an yang menyebabkan nama ilmuwan-ilmuwan muslim kurang dikenal dalam sejarah ilmu pengetahuan modern. Jika kita boleh menyebut, bangsa Barat hanyalah bangsa pencuri yang licik.
Fakta di atas merupakan sebuah indikasi bahwa ilmuwan-ilmuwan muslim sangatlah berperan dalam perkembangan peradaban dunia. Mereka merupakan ilmuwan pertama yang lahir dengan pemikiran-pemikiran yang luar biasa, tetapi kesombongan dan iri hati bangsa Barat lah yang mengubur nama mereka dalam-dalam. Oleh karena itu kita sebagai umat Islam harus memperjuangkan jerih payah mereka. Salah satu cara yaitu dengan mengenang mereka beserta hasil karyanya yang telah mengguncangkan dunia. Mari kita bahas secara singkat kiprah ilmuwan muslim yang dilupakan dunia dalam mewarnai peradaban dunia. Mewarnai dunia dengan beragam ilmu baik ilmu eksakta maupun non-eksakta.
Inilah 7 ilmuwan dan tokoh sains muslim yang dilupakan dunia yang saya kutip dari berbagai sumber.
Keistimewaannya antara lain pada masa umur 10 tahun sudah hafal Al-Qur`an, kemudian pada usia 18 tahun sudah mampu menguasai semua ilmu yang ada pada waktu itu, bidang keahliannya adalah ilmu Kedokteran, ilmu Fisika, Geologi, Mineralogi. Juga dibidang Medicine, Philosophy, Mathematics, Astronomy.
Sebenarnya masih banyak lagi ilmuwan muslim yang ilmu dan karyanya sangat berpengaruh terhadap peradaban dunia, bahkan jumlahnya hampir ratusan. Dapat ditarik kesimpulan bahwa peradaban dunia yang sangat berwarna saat ini tak bisa lepas dari peran serta mereka. Kini menjadi tugas kita sebagai generasi penerus untuk merancang dan mewujudkan kembali peradaban Islam di dunia. Secara sederhana, untuk meneruskan cita-cita peradaban islam mari kita dedikasikan seluruh harga waktu yang sudah diberikan Allah SWT untuk senantiasa meningkatkan kembali rasa cinta kita kepada ilmu pengetahuan.
C. Al-Quran Hari ini Bagi Kita Semua
DR. Yusuf Qaradawi dalam salah satu ceramahnya mengungkapkan bahwa saat ini kondisi ummat Islam tidak tepat dalam bersikap terhadap Al-Qur’an. Mereka menjadikan Al Qur’an terlupakan, mereka menghapal huruf-hurufnya, namun tidak memperhatikan ajaran-ajarannya. Mereka tidak mampu berinteraksi secara benar dengannya, tidak memprioritaskan apa yang menjadi prioritas Al Qur’an, tidak menganggap besar apa yang dinilai besar oleh Al Qur’an serta tidak menganggap kecil apa yang dinilai kecil oleh Al Qur’an. Di antara mereka ada yang beriman dengan sebagiannya, namun kafir dengan sebagiannya lagi, seperti yang dilakukan oleh Bani Israel sebelum mereka terhadap kitab suci mereka. Mereka tidak mampu berinteraksi secara baik dengan Al Qur’an, seperti yang dikehendaki oleh Allah SWT. Meskipun mereka mengambil berkah dengan membawanya serta menghias dinding-dinding rumah mereka dengan ayat-ayat Al Qur’an, namun mereka lupa bahwa keberkahan itu terdapat dalam mengikut dan menjalankan hukum-hukumnya. Seperti difirmankan oleh Allah SWT:
“Dan Al Qur’an itu adalah kitab yang Kami turunkan yang diberkati, maka ikutilah dia dan bertakwalah agar kamu diberi rahmat.” (QS. Al An’aam, 6: 155).
Saat ini ummat Islam baru menunaikan kewajibannya terhadap Al-Qur’an sebatas penjagaan dan pemeliharaan saja. Ummat Islam juga menaruh perhatian yang sangat besar dalam mengajarkan Al-Qur’an agar dibaca dan dihafalkan oleh anak-anak mereka. Apa yang mereka lakukan itu memang sudah merupakan pekerjaan besar. Namun belumlah cukup jika hanya berhenti sampai pada titik itu saja.
Membaca dan mendengar Al-Qur’an dengan Tadabbur
Merenungi (tadabbur) Al-Qur’an merupakan keharusan baik ketika membaca atau saat mendengarkannya. Itulah yang dulu diperbuat oleh para sahabat Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam. Mereka senantiasa membaca (tilawah) Al-Qur’an, merenungkan dan mengamalkannya. Mereka tidak beranjak dari satu ayat ke ayat lainnya, dari satu surat ke surat yang lainnya, kecuali setelah mereka benar-benar memahami dan mengamalkannya.
Oleh karena itu, para ulama pada masa lalu dijuluki dengan julukan Al-Qurra’ (orang yang banyak membaca Al-Qur’an). Arti membaca (qira’ah, tilawah) bukanlah sekedar membaca tanpa memahami maksud dan maknanya, sebagaimana banyak terjadi pada masa-masa sekarang ini. Akan tetapi Al-Qari’ (pembaca) adalah identik dengan Al-‘Alim (orang yang mengetahui). Dan Al-Qurra’ berarti para ulama dan para pakar hukum Islam.
Begitupula mendengarkan Al-Qur’an bukanlah sekedar mendengar atau hanya menikmati keindahan lagu dan suara merdu pembacanya. Akan tetapi mendengar disini harus disertai dengan merenungkan arti dan maksudnya.
Bagaimanakah kondisi manusia pada masa Nabi shalallahu ‘alaihi wa sallam saat mendengar Al-Qur’an?
Allah SWT berfirman,
“Dan apabila mereka mendengarkan apa yang diturunkan kepada Rasul (Muhammad), kamu lihat mata mereka mencucurkan air mata disebabkan kebenaran (Al Quran) yang telah mereka ketahui (dari kitab-kitab mereka sendiri); seraya berkata: “Ya Tuhan kami, kami telah beriman, maka catatlah kami bersama orang-orang yang menjadi saksi (atas kebenaran Al Quran dan kenabian Muhammad s.a.w.).” (QS. Al-Maidah, 5: 83).
“Sesungguhnya orang-orang yang diberi pengetahuan sebelumnya apabila Al Quran dibacakan kepada mereka, mereka menyungkur atas muka mereka sambil bersujud, dan mereka berkata: ‘Maha Suci Tuhan kami, sesungguhnya janji Tuhan kami pasti dipenuhi. Dan mereka menyungkur atas muka mereka sambil menangis dan mereka bertambah khusyu‘.” (QS. Al-Isra’, 17: 107 – 109).
“Dan orang-orang yang apabila diberi peringatan dengan ayat- ayat Tuhan mereka, mereka tidaklah menghadapinya sebagai orang- orang yang tuli dan buta.” (QS. Al-Furqan, 25: 73)
“…dan apabila dibacakan ayat-ayatNya bertambahlah iman mereka (karenanya), dan hanya kepada Tuhanlah mereka bertawakkal.” (QS. Al-Anfaal, 8: 2).
Begitulah mereka saat mendengar bacaan Al-Qur’an; mencucurkan air mata, menyungkur atas muka mereka sambil bersujud, menangis dan bertambah khusyu, mendengar dengan penuh kesungguhan, sehingga bertambahlah iman mereka.
Bagaimanakah dengan kita?
Harus kita akui, cukup banyak di antara kita orang-orang yang apabila dibacakan Al-Qur’an, hatta yang mengandung ancaman-ancaman yang dahsyat, malah bersikap acuh-tak acuh; tidak terpengaruh, seolah-olah tidak mendengar sesuatu yang luar biasa.
Yusuf Qaradawi mengatakan bahwa kondisi ummat Islam yang tidak sesuai dengan tuntutan Al-Qur’an tersebut, sangat difahami dengan baik oleh musuh-musuh Islam. Sehingga mereka tidak risau untuk menyiarkan bacaan Al-Qur’an di berbagai pemancar radio mereka.
Radio zionis Israel tidak segan-segan menyiarkan bacaan Al-Qur’an, demikian juga Radio London, dan Suara Amerika. Seolah-olah mereka yakin bahwa Al-Qur’an tidak akan berpengaruh sedikit pun kepada kita.
Padahal pada masa lalu, ketika Al-Qur’an dibacakan kepada orang-orang Arab, ia mampu menggoncangkan dan merubah peradaban secara total. Orang-orang musyrik sangat takut terhadap Al-Qur’an walaupun hanya dibaca. Mereka menghalangi anak-anak dan wanita-wanita mereka agar tidak mendengar Al-Qur’an.
“Dan orang-orang yang kafir berkata: ‘Janganlah kamu mendengar Al Quran ini dan buatlah hiruk-pikuk terhadapnya, supaya kamu dapat mengalahkan mereka’.(QS. Fushilat, 41: 26).
Berinteraksilah dengan Al-Qur’an, Islam pasti jaya!
“Selama kaum Muslimin masih memegang Al-Qur’an di tangan mereka, maka Eropa tidak akan mampu mencengkramkan kekuasaannya di negeri-negeri Timur!”
Kalimat ini diungkapkan pada abad 18 oleh William Gladstone, PM Inggris zaman Ratu Victoria. Dari kata-katanya yang penuh kedengkian ini kita dapat memahami bahwa kekuatan kaum Muslimin sesungguhnya terletak pada sejauh mana komitmennya terhadap Al-Qur’an. Inilah kekuatan dahsyat yang menjadi kunci kebangkitan dan kejayaan mereka. Inilah kunci menuju kemenangan dan kemuliaan mereka. Sejarah telah berbicara sebagai fakta abadi; bahwa ummat ini dapat memperoleh izzahnya dengan Al-Qur’an. Dan merekapun Allah kerdilkan karena meninggalkan Al-Qur’an.
Renungkanlah sabda Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam berikut:
Maksud hadits ini menurut DR. Muhammad Faiz Almath, “Barangsiapa yang berpedoman dan mengamalkan isi Al-Qur’an, maka Allah akan meninggikan derajatnya, tapi barangsiapa yang tidak beriman kepada Al-Qur’an, maka Allah akan menghinakannya dan merendahkan derajatnya.”
Oleh karena itu mereka yang rindu pada kebangkitan ummat Islam, harus segera membuka katup jiwanya dan memenuhinya dengan kesejukan Al-Qur’an. Biarlah ia mengalir mengisi relung-relung jiwa, menyegarkan iman, membersihkan pikiran, dan membuahkan amal. Mereka harus mengiringi langkah-langkahnya dengan kekuatan kalamullah, sebagaimana generasi pertama mereka memulai langkah-langkahnya dengan kekuatan itu.
Ingatlah kata-kata bijak Imam Malik, “Umat ini tidak akan jaya kecuali dengan cara pertama kali ia dijayakan genarasi awalnya.”
Tidak ada jalan untuk membangkitkan umat dari kelemahan dan ketertinggalan mereka selain dari kembali kepada Al Qur’an ini. Dengan menjadikannya sebagai panutan dan imam yang diikuti. Dan cukuplah Al Qur’an sebagai petunjuk:
“Dan siapakah yang lebih benar perkataannya daripada Allah?.” (QS. An Nisaa, 4: 122)
Maraji’:
Al-Qur’an wa tafsiruhu, Kementerian Agama RI
Berinteraksi dengan Al Qur’an, Dr. Yusuf al Qaradhawi
http://hidayatullah.or.id/in/sistematika-wahyu-dokumen-online-88/56-profil-generasi-qurani/79-profil-generasi-qurani.html?showall=1
Gambaran Terjaganya Kemurnian Islam, Hartono Ahmad Jaiz
1100 Hadits Terpilih, DR. Muhammad Faiz Almath
Ketika kita sebagai umat muslim telah menyematkan “Islam” dalam sanubari kita, kemudian mengikrarkan serta mengamalkannya, tentu tidak ada lagi keraguan bagi kita untuk berdakwah dan memperjuangkan agama Allah Subhanahu wata’ala. Muslim sejati merupakan mereka yang selalu menghargai jasa para pahlawannya, dalam konteks ini yaitu mereka yang selalu berjuang di jalan Allah. Mereka tak ragu sedikitpun akan apa yang diperjuangkannya walaupun banyak hujatan dan cacian yang menemani langkah mereka. Mereka adalah para nabi/rasul, khalifah dan ulama-ulama besar lainnya. Tentu tak lupa para ilmuwan-ilmuwan muslim yang ahli di bidangnya masing-masing dan telah berjasa membawa bangsa arab dan Islam sehingga bisa diakui sebagai peradaban paling maju di dunia.
Di kala dunia Barat sedang gelap gulita karena tak adanya ilmu yang lahir diantara mereka, Islam hadir sebagai cahaya yang menerangi hampir 2/3 dunia. Bangsa-bangsa di dunia tunduk dan takluk di bawah kekhalifahan Islam selama hampir 8 abad. Mereka tak berkutik sedikitpun karena ilmu-ilmu dunia lahir oleh ilmuwan-ilmuwan muslim. Baghdad dan Andalusia menjadi dua kota yang menjadi basis perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi Islam. Munculnya tokoh-tokoh besar seperti Ibnu Sina, Al Ghazali, Ibnu Rusyd, Al Khawarizmi, dan intelektual muslim lainnya telah mendorong bangsa-bangsa di dunia berbondong-bondong belajar IPTEK di kota tersebut. Namun sekarang umat manusia di dunia menganggap bahwa peradaban paling maju merupakan peradaban barat. Apakah pernyataan tersebut benar adanya? Tentu kita tak akan tahu jika kita tak meninjaunya secara mendalam. Kemudian dari hasil tinjauan itu bisa kita simpulkan bahwa sebenarnya peradaban Barat ternyata berawal dari adopsi mereka terhadap ilmu-ilmu hasil karya peradaban Islam.
Kita seharusnya peka terhadap masalah-masalah tersebut. Mata kita harus terbuka lebar karena bahwasanya saat peradaban Barat berkuasa, mereka telah menutupi sejarah itu secara rapi sehingga dewasa ini kita hanya mendengar karya-karya ilmuwan Barat yang mewarnai tradisi ilmiah kita. Itulah alas an yang menyebabkan nama ilmuwan-ilmuwan muslim kurang dikenal dalam sejarah ilmu pengetahuan modern. Jika kita boleh menyebut, bangsa Barat hanyalah bangsa pencuri yang licik.
Fakta di atas merupakan sebuah indikasi bahwa ilmuwan-ilmuwan muslim sangatlah berperan dalam perkembangan peradaban dunia. Mereka merupakan ilmuwan pertama yang lahir dengan pemikiran-pemikiran yang luar biasa, tetapi kesombongan dan iri hati bangsa Barat lah yang mengubur nama mereka dalam-dalam. Oleh karena itu kita sebagai umat Islam harus memperjuangkan jerih payah mereka. Salah satu cara yaitu dengan mengenang mereka beserta hasil karyanya yang telah mengguncangkan dunia. Mari kita bahas secara singkat kiprah ilmuwan muslim yang dilupakan dunia dalam mewarnai peradaban dunia. Mewarnai dunia dengan beragam ilmu baik ilmu eksakta maupun non-eksakta.
Inilah 7 ilmuwan dan tokoh sains muslim yang dilupakan dunia yang saya kutip dari berbagai sumber.
- Abu Bakar Muhammad bin Zakaria ar-Razi
- Abu Ali Muhammad al-Hassan ibnu al-Haitham atau Ibnu Haitham
- Abu Yusuf Yacub Ibnu Ishak Al-Kindi
- Muhammad Ibnu Musa Al-Khawarizmi
- Abu Ali Al-Husein Ibnu Sina
Keistimewaannya antara lain pada masa umur 10 tahun sudah hafal Al-Qur`an, kemudian pada usia 18 tahun sudah mampu menguasai semua ilmu yang ada pada waktu itu, bidang keahliannya adalah ilmu Kedokteran, ilmu Fisika, Geologi, Mineralogi. Juga dibidang Medicine, Philosophy, Mathematics, Astronomy.
- Ibnu Nafis atau Ibn Al-Nafis Damishqui
- Abu Nashr Mansur
Sebenarnya masih banyak lagi ilmuwan muslim yang ilmu dan karyanya sangat berpengaruh terhadap peradaban dunia, bahkan jumlahnya hampir ratusan. Dapat ditarik kesimpulan bahwa peradaban dunia yang sangat berwarna saat ini tak bisa lepas dari peran serta mereka. Kini menjadi tugas kita sebagai generasi penerus untuk merancang dan mewujudkan kembali peradaban Islam di dunia. Secara sederhana, untuk meneruskan cita-cita peradaban islam mari kita dedikasikan seluruh harga waktu yang sudah diberikan Allah SWT untuk senantiasa meningkatkan kembali rasa cinta kita kepada ilmu pengetahuan.
C. Al-Quran Hari ini Bagi Kita Semua
DR. Yusuf Qaradawi dalam salah satu ceramahnya mengungkapkan bahwa saat ini kondisi ummat Islam tidak tepat dalam bersikap terhadap Al-Qur’an. Mereka menjadikan Al Qur’an terlupakan, mereka menghapal huruf-hurufnya, namun tidak memperhatikan ajaran-ajarannya. Mereka tidak mampu berinteraksi secara benar dengannya, tidak memprioritaskan apa yang menjadi prioritas Al Qur’an, tidak menganggap besar apa yang dinilai besar oleh Al Qur’an serta tidak menganggap kecil apa yang dinilai kecil oleh Al Qur’an. Di antara mereka ada yang beriman dengan sebagiannya, namun kafir dengan sebagiannya lagi, seperti yang dilakukan oleh Bani Israel sebelum mereka terhadap kitab suci mereka. Mereka tidak mampu berinteraksi secara baik dengan Al Qur’an, seperti yang dikehendaki oleh Allah SWT. Meskipun mereka mengambil berkah dengan membawanya serta menghias dinding-dinding rumah mereka dengan ayat-ayat Al Qur’an, namun mereka lupa bahwa keberkahan itu terdapat dalam mengikut dan menjalankan hukum-hukumnya. Seperti difirmankan oleh Allah SWT:
Saat ini ummat Islam baru menunaikan kewajibannya terhadap Al-Qur’an sebatas penjagaan dan pemeliharaan saja. Ummat Islam juga menaruh perhatian yang sangat besar dalam mengajarkan Al-Qur’an agar dibaca dan dihafalkan oleh anak-anak mereka. Apa yang mereka lakukan itu memang sudah merupakan pekerjaan besar. Namun belumlah cukup jika hanya berhenti sampai pada titik itu saja.
Membaca dan mendengar Al-Qur’an dengan Tadabbur
Merenungi (tadabbur) Al-Qur’an merupakan keharusan baik ketika membaca atau saat mendengarkannya. Itulah yang dulu diperbuat oleh para sahabat Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam. Mereka senantiasa membaca (tilawah) Al-Qur’an, merenungkan dan mengamalkannya. Mereka tidak beranjak dari satu ayat ke ayat lainnya, dari satu surat ke surat yang lainnya, kecuali setelah mereka benar-benar memahami dan mengamalkannya.
عَنْ أَبِى عَبْدِ الرَّحْمَنِ قَالَ حَدَّثَنَا مَنْ كَانَ
يُقْرِئُنَا مِنْ أَصْحَابِ النَّبِىِّ -صلى الله عليه وسلم- أَنَّهُمْ
كَانُوا يَقْتَرِئُونَ مِنْ رَسُولِ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- عَشَرَ
آيَاتٍ فَلاَ يَأْخُذُونَ فِى الْعَشْرِ الأُخْرَى حَتَّى يَعْلَمُوا مَا
فِى هَذِهِ مِنَ الْعِلْمِ وَالْعَمَلِ. قَالُوا فَعَلِمْنَا الْعِلْمَ
وَالْعَمَلَ. (أحمد)
Riwayat dari Abi Abdul Rahman as-Sulamiy (seorang tabi’in), ia berkata, “Telah
menceritakan kepada kami orang yang dulu membacakan kepada kami yaitu
sahabat-sahabat Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bahwa mereka dulu
mendapatkan bacaan (Al-Qur’an) dari Rasululullah shallallahu ‘alaihi wa
sallam sepuluh ayat, mereka tidak mengambil sepuluh ayat yang lainnya
sehingga mereka mengerti apa yang ada di dalamnya yaitu ilmu dan amal.
Mereka berkata, ‘Maka kami mengerti ilmu dan amal.’” (Hadits Riwayat Ahmad nomor 24197, dan Ibnu Abi Syaibah nomor 29929)Oleh karena itu, para ulama pada masa lalu dijuluki dengan julukan Al-Qurra’ (orang yang banyak membaca Al-Qur’an). Arti membaca (qira’ah, tilawah) bukanlah sekedar membaca tanpa memahami maksud dan maknanya, sebagaimana banyak terjadi pada masa-masa sekarang ini. Akan tetapi Al-Qari’ (pembaca) adalah identik dengan Al-‘Alim (orang yang mengetahui). Dan Al-Qurra’ berarti para ulama dan para pakar hukum Islam.
Begitupula mendengarkan Al-Qur’an bukanlah sekedar mendengar atau hanya menikmati keindahan lagu dan suara merdu pembacanya. Akan tetapi mendengar disini harus disertai dengan merenungkan arti dan maksudnya.
Bagaimanakah kondisi manusia pada masa Nabi shalallahu ‘alaihi wa sallam saat mendengar Al-Qur’an?
Allah SWT berfirman,
“Dan apabila mereka mendengarkan apa yang diturunkan kepada Rasul (Muhammad), kamu lihat mata mereka mencucurkan air mata disebabkan kebenaran (Al Quran) yang telah mereka ketahui (dari kitab-kitab mereka sendiri); seraya berkata: “Ya Tuhan kami, kami telah beriman, maka catatlah kami bersama orang-orang yang menjadi saksi (atas kebenaran Al Quran dan kenabian Muhammad s.a.w.).” (QS. Al-Maidah, 5: 83).
“Sesungguhnya orang-orang yang diberi pengetahuan sebelumnya apabila Al Quran dibacakan kepada mereka, mereka menyungkur atas muka mereka sambil bersujud, dan mereka berkata: ‘Maha Suci Tuhan kami, sesungguhnya janji Tuhan kami pasti dipenuhi. Dan mereka menyungkur atas muka mereka sambil menangis dan mereka bertambah khusyu‘.” (QS. Al-Isra’, 17: 107 – 109).
“Dan orang-orang yang apabila diberi peringatan dengan ayat- ayat Tuhan mereka, mereka tidaklah menghadapinya sebagai orang- orang yang tuli dan buta.” (QS. Al-Furqan, 25: 73)
“…dan apabila dibacakan ayat-ayatNya bertambahlah iman mereka (karenanya), dan hanya kepada Tuhanlah mereka bertawakkal.” (QS. Al-Anfaal, 8: 2).
Begitulah mereka saat mendengar bacaan Al-Qur’an; mencucurkan air mata, menyungkur atas muka mereka sambil bersujud, menangis dan bertambah khusyu, mendengar dengan penuh kesungguhan, sehingga bertambahlah iman mereka.
Bagaimanakah dengan kita?
Harus kita akui, cukup banyak di antara kita orang-orang yang apabila dibacakan Al-Qur’an, hatta yang mengandung ancaman-ancaman yang dahsyat, malah bersikap acuh-tak acuh; tidak terpengaruh, seolah-olah tidak mendengar sesuatu yang luar biasa.
Yusuf Qaradawi mengatakan bahwa kondisi ummat Islam yang tidak sesuai dengan tuntutan Al-Qur’an tersebut, sangat difahami dengan baik oleh musuh-musuh Islam. Sehingga mereka tidak risau untuk menyiarkan bacaan Al-Qur’an di berbagai pemancar radio mereka.
Radio zionis Israel tidak segan-segan menyiarkan bacaan Al-Qur’an, demikian juga Radio London, dan Suara Amerika. Seolah-olah mereka yakin bahwa Al-Qur’an tidak akan berpengaruh sedikit pun kepada kita.
Padahal pada masa lalu, ketika Al-Qur’an dibacakan kepada orang-orang Arab, ia mampu menggoncangkan dan merubah peradaban secara total. Orang-orang musyrik sangat takut terhadap Al-Qur’an walaupun hanya dibaca. Mereka menghalangi anak-anak dan wanita-wanita mereka agar tidak mendengar Al-Qur’an.
“Dan orang-orang yang kafir berkata: ‘Janganlah kamu mendengar Al Quran ini dan buatlah hiruk-pikuk terhadapnya, supaya kamu dapat mengalahkan mereka’.(QS. Fushilat, 41: 26).
Berinteraksilah dengan Al-Qur’an, Islam pasti jaya!
“Selama kaum Muslimin masih memegang Al-Qur’an di tangan mereka, maka Eropa tidak akan mampu mencengkramkan kekuasaannya di negeri-negeri Timur!”
Kalimat ini diungkapkan pada abad 18 oleh William Gladstone, PM Inggris zaman Ratu Victoria. Dari kata-katanya yang penuh kedengkian ini kita dapat memahami bahwa kekuatan kaum Muslimin sesungguhnya terletak pada sejauh mana komitmennya terhadap Al-Qur’an. Inilah kekuatan dahsyat yang menjadi kunci kebangkitan dan kejayaan mereka. Inilah kunci menuju kemenangan dan kemuliaan mereka. Sejarah telah berbicara sebagai fakta abadi; bahwa ummat ini dapat memperoleh izzahnya dengan Al-Qur’an. Dan merekapun Allah kerdilkan karena meninggalkan Al-Qur’an.
Renungkanlah sabda Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam berikut:
اِنَّ اللّهَ يَرْفَعُ بِهَاذَاالكِتَابِ أَقْوَامًا وَيَضَعُ آخَرِيْنَ (مسلم)
“Sesungguhnya Allah, dengan kitab ini (Al-Qur’an) meninggikan derajat kaum-kaum dan menjatuhkan derajat kaum yang lain.” (HR. Muslim).Maksud hadits ini menurut DR. Muhammad Faiz Almath, “Barangsiapa yang berpedoman dan mengamalkan isi Al-Qur’an, maka Allah akan meninggikan derajatnya, tapi barangsiapa yang tidak beriman kepada Al-Qur’an, maka Allah akan menghinakannya dan merendahkan derajatnya.”
Oleh karena itu mereka yang rindu pada kebangkitan ummat Islam, harus segera membuka katup jiwanya dan memenuhinya dengan kesejukan Al-Qur’an. Biarlah ia mengalir mengisi relung-relung jiwa, menyegarkan iman, membersihkan pikiran, dan membuahkan amal. Mereka harus mengiringi langkah-langkahnya dengan kekuatan kalamullah, sebagaimana generasi pertama mereka memulai langkah-langkahnya dengan kekuatan itu.
Ingatlah kata-kata bijak Imam Malik, “Umat ini tidak akan jaya kecuali dengan cara pertama kali ia dijayakan genarasi awalnya.”
Tidak ada jalan untuk membangkitkan umat dari kelemahan dan ketertinggalan mereka selain dari kembali kepada Al Qur’an ini. Dengan menjadikannya sebagai panutan dan imam yang diikuti. Dan cukuplah Al Qur’an sebagai petunjuk:
“Dan siapakah yang lebih benar perkataannya daripada Allah?.” (QS. An Nisaa, 4: 122)
Maraji’:
Al-Qur’an wa tafsiruhu, Kementerian Agama RI
Berinteraksi dengan Al Qur’an, Dr. Yusuf al Qaradhawi
http://hidayatullah.or.id/in/sistematika-wahyu-dokumen-online-88/56-profil-generasi-qurani/79-profil-generasi-qurani.html?showall=1
Gambaran Terjaganya Kemurnian Islam, Hartono Ahmad Jaiz
1100 Hadits Terpilih, DR. Muhammad Faiz Almath
Tidak ada komentar:
Posting Komentar